4 syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.
Apabila perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif pada angka 1 dan 2, maka perjanjian dapat dibatalkan. Sedangkan jika perjanjian tidak memenuhi syarat objektif pada angka 3 dan 4, maka perjanjian batal demi hukum.
Apa yang berbeda dari istilah “DAPAT DIBATALKAN” dan “BATAL DEMI HUKUM” ?
Dapat dibatalkan, artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).
▪︎ Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif (kesepakatan para pihak dan cakap subyek yang membuatnya), maka perjanjian tersebut “DAPAT DIBATALKAN”
Batal demi Hukum, berarti dari awal dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
▪︎ Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut adalah “BATAL DEMI HUKUM”
Jadi, ada perbedaan antara perjanjian yang batal secara hukum dengan perjanjian yang dapat dibatalkan, dilihat dari beberapa unsur yang tercantum di Pasal 1320 KUH Perdata. Ada unsur subjektif dan objektif yang harus dipenuhi.
Comments
Post a Comment